Mengampuni Orang Lain: Berdamai dengan Tuhan

mengampuni orang lain

Bukan hanya sekali, ketika saya sedang memiliki masalah dengan seseorang dan menceritakan hal itu kepada Ibu saya, beliau mengatakan kalimat ini: “Kalau kamu punya masalah dengan seseorang, itu berarti kamu punya masalah dengan Tuhan.”

Tentu saja saya menjadi semakin marah mendengarkan komentar itu. Jelas-jelas si orang lain itu yang bersalah, kok ya jadi saya yang punya masalah dengan Tuhan?? Saya pun protes dengan keras, dan ibu saya tetap dengan tenang menjawab, “Kalau kamu punya masalah dengan orang lain, berdoalah.”

Butuh bertahun-tahun untuk mengerti kalimat-kalimat ini. Bagaimana mungkin bila orang bersalah kepada kita dan kita menjadi marah karenanya – hal itu berarti kita sedang memiliki masalah dengan Tuhan?

Hamba yang tidak bersyukur

Matius 18:32-33 TB

Hallo Sahabat Pelita Terang! Minggu lalu kita bersama-sama merenung tentang memaafkan dan mengampuni. Mengapa kita harus mengampuni? Kita mengampuni karena kita adalah anak-anak Tuhan, yang diciptakan menurut gambaran dan sifat-sifat-Nya. Orang yang sudah bertobat harus kembali kepada gambaran itu, dan Allah yang pengampun merupakan satu gambaran untuk kita tiru.

Salah satu cerita tentang pengampunan yang terkenal di Alkitab adalah perumpamaan yang dikatakan Yesus tentang seorang hamba yang dihapuskan hutangnya tapi tidak mau mengampuni saudaranya.

Hamba ini memiliki hutang sebesar sepuluh ribu talenta dan tidak mampu membayarkan hutangnya. Sebagai hukuman, sang raja memerintahkan untuk menjual hamba ini beserta istri dan anaknya untuk membayar hutang itu. Hamba ini sujud dan memohon belas kasihan dari tuannya. Dia meminta kesabaran dari raja, meminta tambahan waktu untuk melunaskan hutangnya yang banyak itu. Sang raja pun tergerak dengan belas kasihan dan mengampuni si hamba. Bukan saja si hamba ini dibebaskan, semua hutangnya dihapus juga!

Sepulang dari istana raja, si hamba ini bertemu dengan temannya yang berhutang seratus dinar – sebuah jumlah yang jauh lebih kecil dari hutang 10.000 talenta yang sudah dihapus oleh sang raja. Segera dia mencekik temannya ini, menangkap dan menjebloskannya ke penjara. Semua karena urusan 100 dinar yang tidak dapat dibayar oleh teman itu!

Sang raja mendengar berita ini dan menjadi marah. Katanya:

Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku.
Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?

Matius 18:32-33 (TB) 

Kemarahan Tuhan atas hamba yang tidak mau mengampuni 

Matius 18:34-35 TB

Pada saat orang lain bersalah kepada kita – dan kebetulan kita memang tidak bersalah kepada mereka, adalah sangat wajar untuk melupakan posisi kita sebagai orang yang juga berdosa. Tetapi dari cerita di atas kita melihat bahwa Tuhan bukan saja tidak setuju dengan tindakan si hamba yang sudah dihapuskan hutangnya. Tapi Tuhan menjadi marah dan murka!

Mengapa Tuhan marah kepada hamba tersebut? Hamba ini sudah dihapuskan hutangnya. Dia sudah menjadi orang yang bebas dan merdeka – orang yang tidak punya hutang lagi, bahkan tidak menjadi orang hukuman lagi yang harus dipenjara karena tidak mampu melunaskan hutangnya yang sebenarnya tidak akan mampu dia lunasi sampai kapanpun juga.

Tapi si hamba ini lupa, bahwa statusnya sebagai orang merdeka bukanlah datang dari jerih payahnya! Uang sebesar 10.000 dinar itu bukan hasil pekerjaannya, tetapi merupakan belas kasihan, merupakan pemberian kasih karunia.

Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya.
Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.”

Matius 18:34-35 (TB) 

Mengampuni kesalahan orang lain adalah sebuah perintah dari Tuhan; sebuah syarat dan tuntutan dan bukannya hanya sebagai pilihan, saran, atau sekedar usulan. Berulang-ulang kita mendengarkan perintah di dalam Alkitab: jika kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga.

Kata jika menunjukkan hal ini adalah sebuah keharusan! Ketika kita sedang marah terhadap seseorang, kita tidak menerima saran dari Tuhan seperti: “Ya… maafkanlah dia, lebih baik memaafkan biar kamu tenang dan nggak darah tinggi.” Tidak! Firman Tuhan dengan jelas, tegas dan berulang-ulang mengatakan bahwa kita harus memaafkan orang lain sebagai bagian dari penerimaan kita terhadap pengampunan Allah kepada dosa-dosa kita.

Matius 6:14-15 TB

Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga.
Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.”

Matius 6:14-15 (TB) 

Kemarahan yang tidak kudus

Matius 5:22 TB

Sering sekali kita tidak mampu mengampuni kesalahan orang lain karena kita merasa sudah melakukan kebenaran. Kita memang hidup di dalam dunia yang sudah rusak, orang-orang bisa melakukan apa saja yang merugikan kita, bahkan melakukan hal-hal yang memang melanggar Firman Tuhan dan menyakiti perasaan kita.

Namun kita harus sadar, mempertahankan kebenaran kita dan mempertahankan rasa marah sampai tidak mampu mengampuni juga adalah sebuah kejahatan di mata Tuhan. Kebenaran kita tidaklah menjadi kebenaran lagi ketika itu membuat kita tidak mampu mengasihi. Sebaliknya rasa bahwa saya benar ini sudah dipakai oleh si jahat untuk menguasai hati kita.

Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.

Matius 5:22 (TB) 

Bukan lagi Kristus yang memerintah di hati kita, tetapi AKU dan KebenaranKU dan rasa marahku. Inilah sebuah bentuk perseteruan dengan Allah – karena kita tidak lagi menyerahkan seluruh hati kita untuk kuasai oleh-Nya.

Ketaatan adalah persembahan terbaik bagi Tuhan

1 Samuel 15:22 TB

Sebagai anak Tuhan, kita rindu untuk memberikan persembahan yang terbaik untuk-Nya. Kita melakukan pelayanan di gereja, atau memberikan persembahan atau perpuluhan. Tapi apakah sebenarnya yang Tuhan inginkan?

Pada saat Samuel menegur Saul yang tidak memusnahkan bangsa Amalek secara total dan malah menyimpan binatang-binatang yang baik dengan dalih dia melakukannya untuk dipersembahkan untuk Tuhan, Samuel menegur Saul:

Tetapi jawab Samuel: “Apakah TUHAN itu berkenan kepada korban bakaran dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara TUHAN? Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan. 

1 Samuel 15:22 (TB) 

Allah menginginkan totalitas hati kita di dalam mengikuti kehendak-Nya. Termasuk di dalam mengampuni orang lain dan memiliki belas kasihan kepada sesama kita. Melakukan kehendak Tuhan, memiliki hati yang penuh kasih – itulah persembahan yang terbaik yang Tuhan inginkan dari kita sebagai umat-Nya.

Matius 9:13 TB

Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.”

Matius 9:13 (TB) 

Haruskah menunggu orang meminta maaf terlebih dahulu?

Markus 11:25 TB

Lalu bagaimana dengan orang-orang yang bersalah kepada kita tapi belum meminta maaf? Haruskah kita mengampuni kesalahan mereka? Apakah yang harus kita lakukan sebagai orang percaya?

Saya percaya bahwa Tuhan mengutus kita menjadi orang-orang yang aktif, baik di dalam mengasihi, maupun juga dalam mengampuni dan memperbaiki sebuah relasi. Tuhan memerintahkan kita untuk pergi dan membereskan hubungan kita dengan orang lain. 

Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu.”

Markus 11:25 (TB)
Matius 5:23-24 TB

Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau,
tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.

Matius 5:23-24 (TB) 

Tidak semua relasi bisa dengan mudah dipulihkan. Terkadang kita memang tidak bisa langsung mendatangi seseorang dan berdamai dengan seseorang karena dia masih terlalu emosi dengan kita. Tapi adalah tugas kita untuk mengambil inisiatif membereskan hubungan kita dengan orang tersebut pertama-tama dengan Tuhan.

Minta Tuhan untuk memampukan kita untuk mengampuni mereka secara sungguh-sungguh. Minta Tuhan untuk membereskan emosi kita yang berantakan dan mengisi hati kita dengan damai sejahtera-Nya. Minta Tuhan untuk menguasai seluruh hati kita sampai tidak ada lagi rasa marah yang tersisa. Dan minta Tuhan memberikan kita jalan untuk dapat secara langsung membereskan hubungan dengan orang tersebut.

Mungkin inilah yang dimaksudkan Ibu ketika ia menasehati saya. Karena sesungguhnya, melalui pengampunan terhadap orang yang bersalah kepada orang lain, kita memulihkan hubungan kita dengan Allah dan menemukan pendamaian dengan Dia juga. 

Tuhan memberkati dan memampukan kita semua untuk mengasihi dan mengampuni. Amin.

@pelitadanterang
Follow instagram @pelitadanterang

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.