Memaafkan dan Mengampuni

Saya minta maaf. Kalimat ini adalah kalimat singkat yang sederhana namun sangat sulit untuk diucapkan. Apalagi kalau harus diucapkan sungguh-sungguh dari dalam hati.

Beberapa waktu lalu saya sempat bersitegang dengan seorang teman – kami berdua memiliki pendapat yang berbeda tentang suatu hal. Bukan masalah besar, tapi toh suasana jadi agak tegang karena kedua belah pihak ngotot bahwa pendapatnya lah yang benar.

Namun melalui sebuah buku saya diingatkan: hidup ini bukan kompetisi. Hidup bukanlah soal siapa yang benar atau salah. Kita tidak perlu merusak hubungan dengan orang lain hanya untuk mempertahankan posisi kebenaran pendapat. Kebenaran akan tetap menjadi kebenaran, terlepas bahwa orang lain mengakuinya atau tidak. Dan memiliki hubungan yang rusak akan membawa pengaruh buruk, baik untuk orang lain maupun diri sendiri.

Hal ini membuat saya merenung. Sebagai anak Tuhan, mengapakah saya begitu worked up hanya untuk mempertahankan kebenaran pendapat saya? Di mana peran saya untuk membawa damai kepada dunia yang belum mengenal Dia? 

Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang! 

Roma 12:18 (TB) 

Setelah lama berpikir dan berdoa, saya putuskan mengirimkan pesan minta maaf kepada teman ini. Setelah itu hati saya terasa ringan dan lega, saya tidak lagi sensitif dan lelah menganalisa setiap perkataan teman saya. Hubungan dan pekerjaan kami bisa dilanjutkan tanpa rasa saling curiga. Memang benar, minta maaf dan memaafkan membawa kebaikan buat semua orang, termasuk untuk diri sendiri.

Meminta maaf dan memaafkan

Di antara dua hal ini, yang manakah yang menurut Sahabat lebih sulit dilakukan? Meminta maaf, atau memaafkan? Harga diri sering membuat kita sulit untuk meminta maaf, apalagi kalau kita merasa tidak bersalah, atau merasa bahwa pihak lain lebih besar kesalahannya dibandingkan kita.

Di sisi lain, memaafkan atau mengampuni juga membutuhkan sebuah kerendahan hati. Kita juga membutuhkan sebuah kebesaran hati dan rasa percaya untuk dapat mengampuni orang lain.

Di dalam hal hubungan kita dengan orang lain, Alkitab berulang kali menyerukan perintah bagi kita untuk mengampuni kesalahan orang lain. Tuhan tahu bahwa mengampuni itu adalah sesuatu yang tidak mudah, namun Tuhan ingin kita menjadi serupa dengan Dia, untuk memiliki sikap yang serupa dengan sikap-Nya: penuh kasih dan pengampunan.

Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: ”Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” Yesus berkata kepadanya: ”Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.

Matius 18:21-22 (TB)

Tidak mampu mengampuni karena takut tersakiti

Ada banyak alasan mengapa tidak mudah untuk mengampuni orang lain. Sering sekali, seseorang tidak mampu mengampuni karena takut untuk terluka lagi. Terutama kepada orang yang kelihatannya tidak berubah dan mungkin akan terus menyakiti kita, sangat sulit untuk memaafkan mereka.

Adalah wajar untuk memiliki kekuatiran semacam ini. Tetapi sebagai orang percaya, kita harus lebih bergantung pada kekuatan Tuhan untuk memulihkan hati kita yang terluka, dibanding bergantung kepada kemampuan seseorang untuk menjaga perasaan kita.

Tidak ada orang yang begitu sempurna dan tidak pernah mengecewakan kita. Tetapi di dalam Tuhan, ada jaminan yang teguh bahwa di dalam kelelahan kita menghadapi seseorang, bila kita meminta pertolongan Tuhan, Dia akan memberikan kepada kita kekuatan setiap kali kekuatan yang baru.

Hanya pada Allah saja kiranya aku tenang, sebab dari pada-Nyalah harapanku. 
Hanya Dialah gunung batuku dan keselamatanku, kota bentengku, aku tidak akan goyah. 

Mazmur 62:5-6 (TB) 

Tidak mampu mengampuni karena harga diri 

Hal lain yang membuat kita sulit mengampuni adalah masalah ego dan harga diri. Terkadang seseorang takut terlihat sebagai pihak yang lemah bila ia dengan mudah memaafkan kesalahan orang lain. Atau ada perasaan ingin diakui bahwa saya lah yang benar, bukan dia.

Di dalam saat seperti ini, sangat mudah untuk jatuh ke dalam pikiran bahwa “AKU” harus ditinggikan. Aku harus ‘menang’ di dalam kompetisi pendapat ini – seperti pengalaman saya di atas tadi. Tapi sebenarnya, bukankah hanya Kristus yang harus kita tinggikan di dalam setiap pengalaman kita? 

Kita tidak perlu kuatir untuk kehilangan harga diri bila kita meminta maaf atau bila kita mengampuni orang lain. Karena Tuhan tidak menganggap rendah umat-Nya yang mau merendahkan diri demi menjalankan perintah kasih-Nya.

Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.

Matius 23:12 (TB)

Tidak mampu mengampuni karena terlalu marah

Bukan hanya satu kali saya merasa terlalu marah sampai-sampai saya merasa tidak mampu mengampuni. Saya bukan tidak mau, tapi saya tidak mampu! Begitu alasan yang paling sering dikeluarkan untuk membenarkan kemarahan saya.

Pada waktu Kain kesal karena korban persembahannya tidak diindahkan Tuhan, hatinya menjadi panas dan mukanya muram. Kain begitu dipenuhi oleh kemarahan dan dia merasa tidak mampu mengendalikan kemarahannya lagi. Tapi Tuhan datang kepadanya dan berkata bahwa dia harus mengendalikan kemarahannya.

Firman TUHAN kepada Kain: “Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? 
Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya.”

Kejadian 4:6-7 (TB) 

Kita harus menjadi pengendali dari perasaan kita – dan bukannya dikendalikan oleh perasaan itu. We are the boss of our anger! Jangan pernah tertipu dengan pikiran bahwa kita tidak mampu untuk berhenti marah – kita pasti mampu asalkan kita meminta pertolongan-Nya.

Mengapa kita harus mengampuni

Alkitab mencatat banyak alasan mengapa kita harus saling mengampuni, mengapa kita harus hidup di dalam keadaan damai dengan sesama kita. Bahkan di Doa Bapa Kami yang kita ucapkan setiap minggu di gereja, terdapat pernyataan bahwa di dalam permohonan kita untuk meminta pengampunan dari Tuhan, kita sudah terlebih dahulu mengampuni orang lain yang bersalah kepada kita.

dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami;

Matius 6:12 (TB)

Pengampunan sebagai gambaran identitas kita

Kita manusia diciptakan di dalam gambaran Allah – diciptakan sesuai dengan sifat dan karakter-Nya. Karena itu, begitu kita sudah menerima keselamatan dari Allah, adalah bagian kita untuk bertumbuh semakin serupa dengan Dia yang menciptakan kita.

Kasih dan pengampunan adalah karakter Allah yang paling penting! Dengan Kasih itulah Kristus merelakan segalanya dan turun ke dalam dunia untuk mengampuni segala dosa-dosa kita. Bagaimanakah kita dapat mengatakan kita adalah pengikut Tuhan, bila Tuhan dan Raja kita adalah sosok yang mau merendahkan diri dan mengampuni, tetapi kita tidak mau mengampuni orang lain?

Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian.

Kolose 3:13 (TB) 

Pengampunan membawa kebaikan

Mengampuni, saling memaafkan membuat kita memiliki hubungan yang baik dengan sesama dan juga dengan Tuhan. Tuhan senang dan berkenan kepada anak-anakNya yang hidup berdampingan dengan damai.

Damai ini bukanlah sekedar perintah agama. Damai ini adalah sesuatu yang kita butuhkan agar kehidupan kita berjalan dengan baik. Surat Yakobus mengatakan: pengakuan dosa dan saling mendoakan membawa kesembuhan.

Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh. Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya.

Yakobus 5:16 (TB) 

Saling memaafkan membuat pikiran kita tenang. Pikiran kita tidak dipenuhi dengan kekesalan atau kemarahan kepada orang lain. Sebaliknya hati kita diisi dengan kegembiraan dan sukacita yang membuat baik tubuh maupun jiwa kita menjadi sehat dan tenang.

Penutup

Pengampunan adalah pemberian Tuhan yang paling besar untuk hidup kita dan kita adalah umat yang mencerminkan Dia. Mari kita mengikuti teladan Kristus, rela merendahkan diri dan saling mengampuni. Amin.

One thought on “Memaafkan dan Mengampuni

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.